Informasi
menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pada perkembangan terkini, informasi menjadi
komoditas khususnya dalam kancah komunikasi publik. Pengelola produk informasi yang tersaji untuk masyarakat dalam hal ini diperankan oleh media
massa. Sajian informasi tersebut umumnya dikemas dalam bentuk berita.
Pembentukan
suatu berita dalam media massa pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas
terhadap suatu peristiwa sehingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang
bermakna. Dengan demikian, seluruh isi
media adalah realitas yang dikonstruksikan (constructed
reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.
Sebagai
saluran komunikasi, media melakukan proses pengemasan pesan, dan dari proses
inilah sebuah peristiwa menjadi memiliki makna tertentu bagi khalayak. Dalam
proses pengemasan pesan, media dapat memilih fakta yang akan dimasukkan atau
yang akan dibuang ke dalam teks pemberitaan. Selanjutnya, dalam membuat berita,
media juga dapat memilih simbol-simbol atau label tertentu untuk
mendeskripsikan suatu peristiwa. Kedua hal inilah yang pada akhirnya akan
menentukan gambaran/image yang terbentuk dalam benak khalayak mengenai suatu
peristiwa.
Pembingkaian
atau framing memang biasa dilakukan surat kabar (media) dalam mengkonstruksikan fakta dalam
pemberitaannya. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi
penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. Dalam framing, ada bagian
tertentu yang lebih penting dan membuang atau menghilangkan serta
mengesampingkan bagian lainnya yang oleh Ignacio
Ramoent disebut sebagai efek penyekat. Hal ini dimaksudkan agar suatu
berita menjadi lebih memiliki makna, menarik serta mudah diingat khalayak
pembaca sehingga memunculkan interpretasi dan persepsi khalayak sesuai dengan
frame yang ingin dibentuk oleh media.
Dalam
konteks dakwah Islam masa kini, media massa memiliki peran yang sangat urgen
untuk membentuk opini islam di tengah-tengah masyarakat. Apalagi melihat fakta
saat ini bahwa musuh terbesar dakwah islam adalah kehidupan sekuler
kapitalistik yang menjelma menjadi akar masalah sehingga berdampak multi
dimensional dalam kehidupan. Perkembangan pola hidup masyarakat kapitalistik-sekuler
bisa terjadi juga disebabkan karena adanya peran media. Kecenderungan orang
mengikuti trend/ gaya hidup tertentu merupakan aspek yang ditimbulkan oleh
adanya media massa di era sekarang. Pola kehidupan gaya barat yang bertentangan
dengan aturan islam berkembang begitu pesat dengan adanya media massa. Sesuatu
yang awalnya dibenci bisa menjadi kesenangan masyarakat ketika media mempropagandakan
secara masih sehingga persepsi masyarakat berubah. Dengan demikian perlu upaya
masih pula untuk menghadapi propaganda media yang merusak tatanan kehidupan
tersebut.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa sebuah berita memiliki fungsi yang penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Keberadaannya mampu memberikan pengaruh terkait dengan
opini yang disampaikan. Dengan pemaparan opini tertentu, pemahaman masyarakat
dapat terbentuk ketika media massa melakukan framing sesuai dengan kepentingan
media tersebut. Dalam konteks kehidupan
bernegara, media massa memiliki pengaruh yang cukup kuat. Bentuk pengaruh
tersebut bisa berupa efek positif ataupun sebaliknya.
Dakwah
islam yang menyeru kepada yang haq dan mencegah kemungkaran dirasa perlu
bermain dalam ranah media massa. Pasalnya, dakwah islam merupakan metode baku
yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepada kaum muslimin agar islam dapat
dipahami oleh ummat. Oleh karenanya untuk mempercepat pemahaman ummat agar
bersedia kembali kepada aturan islam secara kaffah juga perlu memanfaatkan
media massa sebagai wasilah dakwah. Upaya ini tentu merupakan sebuah langkah
jangka pendek yang bisa dilakukan di masa sekarang sebelum ada institusi
khilafah sebagai benteng ummat Islam terbaik dalam menjaga pemikiran dan perasaan
ummat. Adapun jangka panjang yang perlu dirumuskan adalah pengelolaan media
massa dalam institusi Negara khilafah.
Terkait
dengan hal tersebut, tulisan ini difokuskan pada pembahasan tentang strategi
dakwah dengan media massa dalam menyongsong tegaknya kembali kehidupan islam
dalam naungan khilafah. Selain itu, dengan keterbatasan yang ada sedikit
penulis paparkan sebuah gambaran aturan media massa di Negara khilafah (sebagai
tambahan wawasan – diambil dari resensi KH.M.Sidiq Al Jawi, 2008 untuk kitab Masyru'
Qanun Wasail Al-I'lam fi Daulah Al-Khilafah karangan Syaikh Ziyad Ghazzal ).
A. Strategi
dakwah dengan media massa dalam menyongsong kembalinya kehidupan Islam
Muncul banyak tantangan dalam dunia
dakwah terutama sejak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta
semakin kompleksnya masalah. Disisi lain, perkembangan media komunikasi yang
semakin modern tampaknya akan sangat membantu aktivitas dakwah. Peluang dakwah
Islam akan semakin terbuka lebar ketika para pengemban dakwah mampu memanfaatkan
media massa dengan meminimalisir dampak negatif dan memaksimalkan dampak
positif dari media yang ada. Diperlukan sebuah strategi baru oleh para
pengemban dakwah, terutama dalam metode serta pemanfaatan media massa dan
teknologi komunikasi dalam aktivitas dakwah tersebut.
Dalam proses komunikasi, pesan dakwah
harus dikemas secara menarik sebab media adalah pesan. Retorika pesan dengan
karakter agitatif dengan sentuhan kata yang inspiratif diharapkan dapat memicu
semangat obyek dakwah (mad’u) sehingga bersedia menerima pesan dakwah. Hal ini tentu berlaku pula dalam aktivitas
dakwah yang juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Media yang digunakan
pengemban dakwah akan sangat berpengaruh terhadap proses penyampaian pesan
dakwah kepada mad’u. Apabila media yang digunakan tepat, pesan dakwah pun akan
mudah diterima oleh mad’u sehingga tujuan dakwah dapat tercapai.
Dewasa ini, ketika masyarakat semakin
pandai dengan adanya perkembangan teknologi dan komunikasi, seharusnya para
pengemban dakwah juga tidak boleh kalah dalam memanfaatkan media yang ada.
Media massa baik cetak maupun elektronik menjadi sarana yang dinilai efektif
dalam penyampaian pesan dakwah. Sifat pesan dari media massa terutama media –
media modern seperti internet merupakan sarana penyebaran komunikasi dengan cakupan
lebih luas serta tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Sehingga para mad’u dapat
dengan mudah memperoleh materi – materi dakwah kapan saja.
Media massa elektronik seperti
televisi dan radio juga bisa menjadi sarana efektiv demi tersebarnya islam di
tengah-tengah masyarakat. Televisi dengan tampilan audiovisual (gambar dan
suara) mampu memberikan sebuah pesan dakwah dari para da’i secara jelas.
Demikian juga siaran radio meskipun hanya bisa dinikmati dalam bentuk audio (suara)
juga tidak kalah efektif untuk menjadi
sarana dakwah. Kedua jenis media elektronik ini dinilai akan sangat efektif terutama
jika jangkauan siar sampai ke daerah
terpencil sekalipun. Sehingga pesan dakwah dapat diakses oleh segenap kalangan
masyarakat dari kota hingga ke desa. Apalagi di jaman yang serba modern ini, televisi
dan radio bukanlah tergolong barang mewah lagi, sebab seluruh kalangan
masyarakat sebagian besar dapat menjangkau atau menikmati siaran dari kedua
media elektronik tersebut.
Adapun
media massa cetak, kita mengenal beberapa sebutan seperti Koran, majalah,
buletin, tabloid, brosur. Perbedaan utama antara
koran, buletin, majalah, tabloid dan brosur secara fisik bisa dibedakan
berdasarkan format, ukuran kertas dan jumlah halamannya. Koran atau surat kabar
berukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano. Tabloid = 1/2 broadsheet. Majalah =
1/2 tabloid atau kertas ukuran folio / kwarto. Buku = 1/2 majalah. Newsletter =
folio / kwarto, jumlah halamannya lazimnya 4-8, dan buletin = 1/2 majalah,
brosur variatif, bisa seukuran tabloid,majalah,atau buletin, namun jumlah
halamannya antara satu hingga 4 halaman. Secara isi sebenarnya membawa muatan
yang bisa hampir sama dari masing-masing jenis media. Pengemasan isi dakwah
dengan format yang bermutu baik dapat juga dilakukan dengan mempertimbangkan
konsumen. Misalnya untuk kalangan akademisi yang terbiasa dengan ulasan
pendekatan teoritis konseptual, media
cetak yang dapat digunakan untuk mengulas materi dakwah yaitu berupa jurnal.
Terkait dengan periode terbit perlu
juga mempertimbangkan dari segi waktu ideal sehingga opini yang hendak
disampaikan dapat terfokus dan menyesuaikan isu yang sedang hangat dalam jangka
waktu tertentu. Ulasan dakwah yang mampu memberikan jawaban terhadap masalah
atas situasi terkini menjadikan dakwah islam lebih dinamis dan berpotensi mampu
memberikan gambaran kepada ummat secara riil dan mendetail tentang urgensi
syariah islam dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Klasifikasi menu bahasan kiranya juga
perlu diatur. Masalah-masalah yang terkait (misal: politik, ekonomi, hokum,
social dan aspek masalah lainnya) perlu dibedakan dalam format pengaturan
rubrik khusus. Dengan cara ini akan memudahkan para pembaca untuk mencari
reffrensi sebuah ulasan yang diinginkan sesuai topic yang telah
diklasifikasikan.
Perkembangan media komunikasi pada
dasawarsa terakhir menunjukkan perubahan cukup mendasar. Banyak media yang
dapat dijadikan alternatif untuk menyampaikan pesan secara massif (dengan
target penerima yang besar) dan dalam waktu yang relatif cepat. Pemanfaatan
media massa dalam aktivitas dakwah Islam juga merupakan salah satu cara efektif
dalam mengimbangi dan meminimalisir dampak negatif yang ada dalam media
tersebut. Jadi, para pengemban dakwah harus tanggap dengan adanya perkembangan
teknologi komunikasi sehingga mampu memanfaatkan media yang ada terutama media
massa modern dalam menyebarkan Islam.
Dakwah yang mengajak kembali pada
kehidupan islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW memiliki
konsekuensi universal dalam penyebarannya. Oleh karena itu, di sinilah urgensi
penggunaan media massa dalam dakwah demi tersebarnya islam ke seluruh penjuru
dunia.
Namun demikian, Dakwah dengan media
massa ini hanya akan efektif dalam hal membangun opini di khalayak. Jika
dikaitkan dengan dakwah yang mengajak pada tahap/tataran amaliyah dimana mad’u
bersedia menerima dakwah dan selanjutnya memperjuangkan apa yang dipahaminya
(islam), tentu membutuhkan upaya yang lebih dan hal ini sangat dipengaruhi oleh
karakter, sifat dan kondisi mad’u. Bentuk komunikasi yang dibangun untuk
mengarah pada tujuan tersebut hendaknya bersifat dua arah dan terjadi secara
kontinyu serta intensif.
Berikut adalah karakteristik dakwah
melalui media massa:
1.
Arus informasi dakwah melalui media
massa tidak dipengaruhi oleh reaksi khalayak mad’u tetapi terkendali oleh da’i/
pengemban dakwah. Oleh karena itu, seorang programmer dakwah media massa
dituntut bisa membaca kecenderungan umum di masyarakat yang dapat
dipertimbangkan dalam menyajikan menu siaran sehingga siaran dakwah banyak
disukai.
2.
Dalam dakwah melalui media massa,
reaksi mad’u terbatas melalui beberapa hal saja seperti surat pembaca, telepon
dari pendengar radio/tv, berbeda dengan dakwah melalui tatap muka yang diterima
secara langsung. Reaksi mad’u banyak macamnya seperti tertawa, menangis,
bertepuk tangan, teriakan, gerakan tubuh dan lain sebagainya.
3.
Dalam dakwah melalui media massa,
suara, isi dakwah dan pemikiran(bahasa dan logika) menjadi yang terpenting
karena berbeda dengan dakwah melalui tatap muka/langsung yang lebih
mementingkan hubungan interpersonal (kedekatan batin/emosional) kepada mad’u,
sehingga dengan sedikit materi namun hubungan dengan mad’u sudah dekat maka
mad’u bisa secara mudah dipengaruhi.
Media
massa untuk aktivitas dakwah dalam menyongsong kembalinya kehidupan islam
memiliki peran strategis. Dakwah yang secara fakta merupakan aktivitas politik
membutuhkan sarana dalam penyebarannya. Tujuan dakwah dalam mengupayakan perubahan
social dari bentuk masyarakat kufur jahiliyah menuju masyarakat islam
membutuhkan media massa sebagai penghubung demi kelancaran transformasi ajaran
islam kepada ummat. Apalagi dengan keberadaan media massa konvensional yang
saat ini ada, jauh dari keberpihakan terhadap islam. Framing media massa
konvensional lebih banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan para penguasa
dan kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya secara materi. Di
sisi lain, para penguasa yang hidup dalam system rusak demokrasi telah
bersekongkol dengan pengusaha (termasuk di dalamnya pemilik media massa) untuk
melanggengkan kepentingan politiknya yang hanya mengejar hawa nafsu dan
kepentingan duniawi. Tidak jarang pula di negeri ini demi menciptakan sebuah
citra positif, seorang penguasa menebar pesona melalui media dengan
jargon-jargon tertentu. padahal tidak jarang pula kiprah penguasa tersebut yang
tidak memberikan pelayanan baik dalam mengurusi ummat melalui kebijakan-kebijakan
yang diambil yang sebenarnya sudah banyak dipahami masyarakat. Media menjadi
wahana untuk memoles agar nampak baik dan di sinilah framing media bermain atas
dasar motif mencari keuntungan.
Fenomena
yang demikian tentunya bisa diambil sebuah hikmah betapa pentingnya kaum
muslimin memiliki media massa yang benar-benar mampu memberikan pengaruh di
masyarakat untuk berpihak sepenuhnya kepada islam. Media dakwah yang pro
terhadap islam perlu dimasifkan keberadaannya sebagai upaya jangka pendek dalam menjaga pemikiran dan perasaan
ummat dengan suasana keislaman. Keterangan yang benar dan jujur tanpa framing
negative dalam pandangan islam tentu hanya bisa didapatkan dari orang – orang
yang layak dipercaya, Allah SWT berfirman :
Artinya: "Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).
kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu
mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)." (Q.S
an-Nisa: 83).
B.
Menyiapkan
aturan Media massa untuk negara Khilafah
Media massa (wasa'il al-i'lam) bagi negara
Khilafah dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu
melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda` al-islami) baik di dalam
maupun di luar negeri. Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat
Islami yang kokoh. Sedang di luar negeri, media massa berfungsi untuk
menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai untuk menunjukkan
keagungan ideologi Islam dan sekaligus untuk membongkar kebobrokan ideologi
kufur buatan manusia. (Masyru' Dustur Daulah Al-Khilafah, pasal 103).
Mengingat fungsi strategis ini, dapat dimengerti mengapa
Hizbut Tahrir dan para ulamanya menaruh perhatian serius dalam masalah ini.
Maka dalam kitab Ajhizah Daulah Al-Khilafah (2005:143), Hizbut Tahrir
telah menambahkan satu departemen terkait media massa dalam struktur negara
Khilafah, yaitu Departemen Penerangan (da`iratul i'lam).
Para ulama Hizbut Tahrir juga terus memikirkan dengan
serius bagaimana pengaturan media massa kelak dalam negara Khilafah. Syaikh
Ziyad Ghazzal adalah salah satunya. Beliau telah menulis kitab setebal 77
halaman dengan judul Masyru' Qanun Wasa'il Al-I'lam fi Daulah Al-Khilafah
(RUU Media Massa dalam Negara Khilafah) (2003).
Syaikh
Ziyad Ghazzal sendiri adalah seorang mujtahid dari Hizbut Tahrir Palestina.
Beliau telah menghasilkan karya-karya berharga berupa sejumlah RUU untuk negara
Khilafah yang akan segera berdiri, insya Allah. Karya beliau lainnya
adalah Masyru' Qanun Al-Ahzab fi Daulah Al-Khilafah (2003).
Dalam kitab Masyru' Dustur Daulah Al-Khilafah
(RUUD Negara Khilafah) edisi revisi mutakhir (mu'tamadah) yang
dikeluarkan Hizbut Tahrir, terdapat dua pasal yang mengatur penerangan (i'lam)
dan alat penerangan umum (wasa'il al-i'lam), yaitu pasal 103 dan 104.
Pasal 103 menerangkan keberadaan Departemen Penerangan (da'iratul i'lam)
serta tugas pokoknya di dalam dan di luar negeri. Sedang pasal 104 menerangkan
bahwa keberadaan suatu media massa tidaklah memerlukan izin (tarkhis)
dari negara, tapi cukup menyampaikan pemberitahuan kepada Departemen
Penerangan. Pasal ini juga menerangkan pihak yang harus bertanggung jawab
terhadap segala isi media, yaitu pemimpin redaksi.
Dua pasal tersebut jelas masih bersifat global. Sebagai
ketentuan dasar dalam Undang-Undang Dasar, bolehlah dua pasal itu dianggap
mencukupi. Namun untuk pengaturan media massa dalam kehidupan sehari-hari yang
sangat kompleks, tentu harus ada ketentuan perundang-undangan yang lebih rinci.
Di sinilah kitab Syaikh Ziyad Ghazzal menemukan tempatnya. Kitabnya merupakan
rancangan undang-undang Islami yang digagas untuk merinci lebih lanjut dari dua
pasal tersebut.
Rincian Syaikh Ghazzal terwujud dalam 32 pasal yang
terdiri dari 2 (dua) bagian; Pertama, pasal 1-19 menjelaskan bagaimana
pengaturan media massa dalam negara Khilafah. Kedua, pasal 20-32
menjelaskan tindak pidana yang dilakukan media massa.
Demikianlah
persiapan yang dilakukan hizbut-tahrir sebagai partai politik islam yang giat
mempropagandakan islam secara global demi terwujudnya daulah khilafah ‘ala
minhaj nubuwwah. Tentu segenap kaum muslimin sangat menanti terwujudnya janji
Allah dan bisyarah Rasulullah SAW tersebut di muka bumi ini yang insyaAllah
sebentar lagi akan segera tegak.
Sumber Bacaan:
keren mas bro...
BalasHapussejak kapan udah punya blog...
hehehe...