Kamis, 28 Juni 2012

PERAN MEDIA MASSA DALAM DAKWAH MENYONGSONG KEMBALINYA KEHIDUPAN ISLAM

                                                      By : Sugiyatno, S.Si  

Informasi menjadi bagian penting dalam kehidupan. Pada perkembangan terkini, informasi menjadi komoditas khususnya dalam kancah komunikasi publik. Pengelola produk  informasi yang tersaji untuk  masyarakat dalam hal ini diperankan oleh media massa. Sajian informasi tersebut umumnya dikemas dalam bentuk berita.
Pembentukan suatu berita dalam media massa pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas terhadap suatu peristiwa sehingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi  media adalah realitas yang dikonstruksikan  (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna.
Sebagai saluran komunikasi, media melakukan proses pengemasan pesan, dan dari proses inilah sebuah peristiwa menjadi memiliki makna tertentu bagi khalayak. Dalam proses pengemasan pesan, media dapat memilih fakta yang akan dimasukkan atau yang akan dibuang ke dalam teks pemberitaan. Selanjutnya, dalam membuat berita, media juga dapat memilih simbol-simbol atau label tertentu untuk mendeskripsikan suatu peristiwa. Kedua hal inilah yang pada akhirnya akan menentukan gambaran/image yang terbentuk dalam benak khalayak mengenai suatu peristiwa.
Pembingkaian atau framing memang biasa dilakukan surat kabar (media)  dalam mengkonstruksikan fakta dalam pemberitaannya. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. Dalam framing, ada bagian tertentu yang lebih penting dan membuang atau menghilangkan serta mengesampingkan bagian lainnya yang oleh Ignacio Ramoent disebut sebagai efek penyekat. Hal ini dimaksudkan agar suatu berita menjadi lebih memiliki makna, menarik serta mudah diingat khalayak pembaca sehingga memunculkan interpretasi dan persepsi khalayak sesuai dengan frame yang ingin dibentuk oleh media.
Dalam konteks dakwah Islam masa kini, media massa memiliki peran yang sangat urgen untuk membentuk opini islam di tengah-tengah masyarakat. Apalagi melihat fakta saat ini bahwa musuh terbesar dakwah islam adalah kehidupan sekuler kapitalistik yang menjelma menjadi akar masalah sehingga berdampak multi dimensional dalam kehidupan. Perkembangan pola hidup masyarakat kapitalistik-sekuler bisa terjadi juga disebabkan karena adanya peran media. Kecenderungan orang mengikuti trend/ gaya hidup tertentu merupakan aspek yang ditimbulkan oleh adanya media massa di era sekarang. Pola kehidupan gaya barat yang bertentangan dengan aturan islam berkembang begitu pesat dengan adanya media massa. Sesuatu yang awalnya dibenci bisa menjadi kesenangan masyarakat ketika media mempropagandakan secara masih sehingga persepsi masyarakat berubah. Dengan demikian perlu upaya masih pula untuk menghadapi propaganda media yang merusak tatanan kehidupan tersebut.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa sebuah berita memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Keberadaannya mampu memberikan pengaruh terkait dengan opini yang disampaikan. Dengan pemaparan opini tertentu, pemahaman masyarakat dapat terbentuk ketika media massa melakukan framing sesuai dengan kepentingan media tersebut.  Dalam konteks kehidupan bernegara, media massa memiliki pengaruh yang cukup kuat. Bentuk pengaruh tersebut bisa berupa efek positif ataupun sebaliknya.
Dakwah islam yang menyeru kepada yang haq dan mencegah kemungkaran dirasa perlu bermain dalam ranah media massa. Pasalnya, dakwah islam merupakan metode baku yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepada kaum muslimin agar islam dapat dipahami oleh ummat. Oleh karenanya untuk mempercepat pemahaman ummat agar bersedia kembali kepada aturan islam secara kaffah juga perlu memanfaatkan media massa sebagai wasilah dakwah. Upaya ini tentu merupakan sebuah langkah jangka pendek yang bisa dilakukan di masa sekarang sebelum ada institusi khilafah sebagai benteng ummat Islam terbaik dalam menjaga pemikiran dan perasaan ummat. Adapun jangka panjang yang perlu dirumuskan adalah pengelolaan media massa dalam institusi Negara khilafah.
Terkait dengan hal tersebut, tulisan ini difokuskan pada pembahasan tentang strategi dakwah dengan media massa dalam menyongsong tegaknya kembali kehidupan islam dalam naungan khilafah. Selain itu, dengan keterbatasan yang ada sedikit penulis paparkan sebuah gambaran aturan media massa di Negara khilafah (sebagai tambahan wawasan – diambil dari resensi KH.M.Sidiq Al Jawi, 2008 untuk kitab Masyru' Qanun Wasail Al-I'lam fi Daulah Al-Khilafah karangan Syaikh Ziyad Ghazzal ).

A.   Strategi dakwah dengan media massa dalam menyongsong kembalinya kehidupan Islam
Muncul banyak tantangan dalam dunia dakwah terutama sejak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta semakin kompleksnya masalah. Disisi lain, perkembangan media komunikasi yang semakin modern tampaknya akan sangat membantu aktivitas dakwah. Peluang dakwah Islam akan semakin terbuka lebar ketika para pengemban dakwah mampu memanfaatkan media massa dengan meminimalisir dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif dari media yang ada. Diperlukan sebuah strategi baru oleh para pengemban dakwah, terutama dalam metode serta pemanfaatan media massa dan teknologi komunikasi dalam aktivitas dakwah tersebut.
Dalam proses komunikasi, pesan dakwah harus dikemas secara menarik sebab media adalah pesan. Retorika pesan dengan karakter agitatif dengan sentuhan kata yang inspiratif diharapkan dapat memicu semangat obyek dakwah (mad’u) sehingga bersedia menerima pesan dakwah.  Hal ini tentu berlaku pula dalam aktivitas dakwah yang juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Media yang digunakan pengemban dakwah akan sangat berpengaruh terhadap proses penyampaian pesan dakwah kepada mad’u. Apabila media yang digunakan tepat, pesan dakwah pun akan mudah diterima oleh mad’u sehingga tujuan dakwah dapat tercapai.
Dewasa ini, ketika masyarakat semakin pandai dengan adanya perkembangan teknologi dan komunikasi, seharusnya para pengemban dakwah juga tidak boleh kalah dalam memanfaatkan media yang ada. Media massa baik cetak maupun elektronik menjadi sarana yang dinilai efektif dalam penyampaian pesan dakwah. Sifat pesan dari media massa terutama media – media modern seperti internet merupakan sarana penyebaran komunikasi dengan cakupan lebih luas serta tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Sehingga para mad’u dapat dengan mudah memperoleh materi – materi dakwah kapan saja.
Media massa elektronik seperti televisi dan radio juga bisa menjadi sarana efektiv demi tersebarnya islam di tengah-tengah masyarakat. Televisi dengan tampilan audiovisual (gambar dan suara) mampu memberikan sebuah pesan dakwah dari para da’i secara jelas. Demikian juga siaran radio meskipun hanya bisa dinikmati dalam bentuk audio (suara)  juga tidak kalah efektif untuk menjadi sarana dakwah. Kedua jenis media elektronik ini dinilai akan sangat efektif terutama  jika jangkauan siar sampai ke daerah terpencil sekalipun. Sehingga pesan dakwah dapat diakses oleh segenap kalangan masyarakat dari kota hingga ke desa. Apalagi di jaman yang serba modern ini, televisi dan radio bukanlah tergolong barang mewah lagi, sebab seluruh kalangan masyarakat sebagian besar dapat menjangkau atau menikmati siaran dari kedua media elektronik tersebut.
Adapun media massa cetak, kita mengenal beberapa sebutan seperti Koran, majalah, buletin, tabloid, brosur. Perbedaan utama antara koran, buletin, majalah, tabloid dan brosur secara fisik bisa dibedakan berdasarkan format, ukuran kertas dan jumlah halamannya. Koran atau surat kabar berukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano. Tabloid = 1/2 broadsheet. Majalah = 1/2 tabloid atau kertas ukuran folio / kwarto. Buku = 1/2 majalah. Newsletter = folio / kwarto, jumlah halamannya lazimnya 4-8, dan buletin = 1/2 majalah, brosur variatif, bisa seukuran tabloid,majalah,atau buletin, namun jumlah halamannya antara satu hingga 4 halaman. Secara isi sebenarnya membawa muatan yang bisa hampir sama dari masing-masing jenis media. Pengemasan isi dakwah dengan format yang bermutu baik dapat juga dilakukan dengan mempertimbangkan konsumen. Misalnya untuk kalangan akademisi yang terbiasa dengan ulasan pendekatan  teoritis konseptual, media cetak yang dapat digunakan untuk mengulas materi dakwah yaitu berupa jurnal.
Terkait dengan periode terbit perlu juga mempertimbangkan dari segi waktu ideal sehingga opini yang hendak disampaikan dapat terfokus dan menyesuaikan isu yang sedang hangat dalam jangka waktu tertentu. Ulasan dakwah yang mampu memberikan jawaban terhadap masalah atas situasi terkini menjadikan dakwah islam lebih dinamis dan berpotensi mampu memberikan gambaran kepada ummat secara riil dan mendetail tentang urgensi syariah islam dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Klasifikasi menu bahasan kiranya juga perlu diatur. Masalah-masalah yang terkait (misal: politik, ekonomi, hokum, social dan aspek masalah lainnya) perlu dibedakan dalam format pengaturan rubrik khusus. Dengan cara ini akan memudahkan para pembaca untuk mencari reffrensi sebuah ulasan yang diinginkan sesuai topic yang telah diklasifikasikan.
Perkembangan media komunikasi pada dasawarsa terakhir menunjukkan perubahan cukup mendasar. Banyak media yang dapat dijadikan alternatif untuk menyampaikan pesan secara massif (dengan target penerima yang besar) dan dalam waktu yang relatif cepat. Pemanfaatan media massa dalam aktivitas dakwah Islam juga merupakan salah satu cara efektif dalam mengimbangi dan meminimalisir dampak negatif yang ada dalam media tersebut. Jadi, para pengemban dakwah harus tanggap dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi sehingga mampu memanfaatkan media yang ada terutama media massa modern dalam menyebarkan Islam.
Dakwah yang mengajak kembali pada kehidupan islam sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW memiliki konsekuensi universal dalam penyebarannya. Oleh karena itu, di sinilah urgensi penggunaan media massa dalam dakwah demi tersebarnya islam ke seluruh penjuru dunia.
Namun demikian, Dakwah dengan media massa ini hanya akan efektif dalam hal membangun opini di khalayak. Jika dikaitkan dengan dakwah yang mengajak pada tahap/tataran amaliyah dimana mad’u bersedia menerima dakwah dan selanjutnya memperjuangkan apa yang dipahaminya (islam), tentu membutuhkan upaya yang lebih dan hal ini sangat dipengaruhi oleh karakter, sifat dan kondisi mad’u. Bentuk komunikasi yang dibangun untuk mengarah pada tujuan tersebut hendaknya bersifat dua arah dan terjadi secara kontinyu serta intensif.
Berikut adalah karakteristik dakwah melalui media massa:
1.    Arus informasi dakwah melalui media massa tidak dipengaruhi oleh reaksi khalayak mad’u tetapi terkendali oleh da’i/ pengemban dakwah. Oleh karena itu, seorang programmer dakwah media massa dituntut bisa membaca kecenderungan umum di masyarakat yang dapat dipertimbangkan dalam menyajikan menu siaran sehingga siaran dakwah banyak disukai.
2.    Dalam dakwah melalui media massa, reaksi mad’u terbatas melalui beberapa hal saja seperti surat pembaca, telepon dari pendengar radio/tv, berbeda dengan dakwah melalui tatap muka yang diterima secara langsung. Reaksi mad’u banyak macamnya seperti tertawa, menangis, bertepuk tangan, teriakan, gerakan tubuh dan lain sebagainya.
3.    Dalam dakwah melalui media massa, suara, isi dakwah dan pemikiran(bahasa dan logika) menjadi yang terpenting karena berbeda dengan dakwah melalui tatap muka/langsung  yang lebih mementingkan hubungan interpersonal (kedekatan batin/emosional) kepada mad’u, sehingga dengan sedikit materi namun hubungan dengan mad’u sudah dekat maka mad’u bisa secara mudah dipengaruhi.

Media massa untuk aktivitas dakwah dalam menyongsong kembalinya kehidupan islam memiliki peran strategis. Dakwah yang secara fakta merupakan aktivitas politik membutuhkan sarana dalam penyebarannya. Tujuan dakwah dalam mengupayakan perubahan social dari bentuk masyarakat kufur jahiliyah menuju masyarakat islam membutuhkan media massa sebagai penghubung demi kelancaran transformasi ajaran islam kepada ummat. Apalagi dengan keberadaan media massa konvensional yang saat ini ada, jauh dari keberpihakan terhadap islam. Framing media massa konvensional lebih banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kepentingan para penguasa dan kaum kapitalis untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya secara materi. Di sisi lain, para penguasa yang hidup dalam system rusak demokrasi telah bersekongkol dengan pengusaha (termasuk di dalamnya pemilik media massa) untuk melanggengkan kepentingan politiknya yang hanya mengejar hawa nafsu dan kepentingan duniawi. Tidak jarang pula di negeri ini demi menciptakan sebuah citra positif, seorang penguasa menebar pesona melalui media dengan jargon-jargon tertentu. padahal tidak jarang pula kiprah penguasa tersebut yang tidak memberikan pelayanan baik dalam mengurusi ummat melalui kebijakan-kebijakan yang diambil yang sebenarnya sudah banyak dipahami masyarakat. Media menjadi wahana untuk memoles agar nampak baik dan di sinilah framing media bermain atas dasar motif mencari keuntungan.
Fenomena yang demikian tentunya bisa diambil sebuah hikmah betapa pentingnya kaum muslimin memiliki media massa yang benar-benar mampu memberikan pengaruh di masyarakat untuk berpihak sepenuhnya kepada islam. Media dakwah yang pro terhadap islam perlu dimasifkan keberadaannya sebagai upaya jangka  pendek dalam menjaga pemikiran dan perasaan ummat dengan suasana keislaman. Keterangan yang benar dan jujur tanpa framing negative dalam pandangan islam tentu hanya bisa didapatkan dari orang – orang yang layak dipercaya, Allah SWT berfirman :
Artinya: "Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)." (Q.S an-Nisa: 83).

B.   Menyiapkan aturan Media massa untuk negara Khilafah

Media massa (wasa'il al-i'lam) bagi negara Khilafah dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda` al-islami) baik di dalam maupun di luar negeri. Di dalam negeri, media massa berfungsi untuk membangun masyarakat Islami yang kokoh. Sedang di luar negeri, media massa berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam dan sekaligus untuk membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia. (Masyru' Dustur Daulah Al-Khilafah, pasal 103).
Mengingat fungsi strategis ini, dapat dimengerti mengapa Hizbut Tahrir dan para ulamanya menaruh perhatian serius dalam masalah ini. Maka dalam kitab Ajhizah Daulah Al-Khilafah (2005:143), Hizbut Tahrir telah menambahkan satu departemen terkait media massa dalam struktur negara Khilafah, yaitu Departemen Penerangan (da`iratul i'lam).
Para ulama Hizbut Tahrir juga terus memikirkan dengan serius bagaimana pengaturan media massa kelak dalam negara Khilafah. Syaikh Ziyad Ghazzal adalah salah satunya. Beliau telah menulis kitab setebal 77 halaman dengan judul Masyru' Qanun Wasa'il Al-I'lam fi Daulah Al-Khilafah (RUU Media Massa dalam Negara Khilafah) (2003).
Syaikh Ziyad Ghazzal sendiri adalah seorang mujtahid dari Hizbut Tahrir Palestina. Beliau telah menghasilkan karya-karya berharga berupa sejumlah RUU untuk negara Khilafah yang akan segera berdiri, insya Allah. Karya beliau lainnya adalah Masyru' Qanun Al-Ahzab fi Daulah Al-Khilafah (2003).
Dalam kitab Masyru' Dustur Daulah Al-Khilafah (RUUD Negara Khilafah) edisi revisi mutakhir (mu'tamadah) yang dikeluarkan Hizbut Tahrir, terdapat dua pasal yang mengatur penerangan (i'lam) dan alat penerangan umum (wasa'il al-i'lam), yaitu pasal 103 dan 104. Pasal 103 menerangkan keberadaan Departemen Penerangan (da'iratul i'lam) serta tugas pokoknya di dalam dan di luar negeri. Sedang pasal 104 menerangkan bahwa keberadaan suatu media massa tidaklah memerlukan izin (tarkhis) dari negara, tapi cukup menyampaikan pemberitahuan kepada Departemen Penerangan. Pasal ini juga menerangkan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap segala isi media, yaitu pemimpin redaksi.
Dua pasal tersebut jelas masih bersifat global. Sebagai ketentuan dasar dalam Undang-Undang Dasar, bolehlah dua pasal itu dianggap mencukupi. Namun untuk pengaturan media massa dalam kehidupan sehari-hari yang sangat kompleks, tentu harus ada ketentuan perundang-undangan yang lebih rinci. Di sinilah kitab Syaikh Ziyad Ghazzal menemukan tempatnya. Kitabnya merupakan rancangan undang-undang Islami yang digagas untuk merinci lebih lanjut dari dua pasal tersebut.
Rincian Syaikh Ghazzal terwujud dalam 32 pasal yang terdiri dari 2 (dua) bagian; Pertama, pasal 1-19 menjelaskan bagaimana pengaturan media massa dalam negara Khilafah. Kedua, pasal 20-32 menjelaskan tindak pidana yang dilakukan media massa.
Demikianlah persiapan yang dilakukan hizbut-tahrir sebagai partai politik islam yang giat mempropagandakan islam secara global demi terwujudnya daulah khilafah ‘ala minhaj nubuwwah. Tentu segenap kaum muslimin sangat menanti terwujudnya janji Allah dan bisyarah Rasulullah SAW tersebut di muka bumi ini yang insyaAllah sebentar lagi akan segera tegak.

Sumber Bacaan:
-  KH. M. Shiddiq Al-Jawi, 2008. Ruu Media Massa Negara Khilafah.  www.khilafah1924.org

http://naifu.wordpress.com/2010/04/01/dakwah-melalui-media-massa/

http://blog.umy.ac.id/rhilla/2011/01/12/pemanfaatan-media-massa-dalam-aktivitas-dakwah-islam/

        - Windranuari, S. 2010. Pembingkaian Kompas dan Suara Merdeka Mengenai Kontroversi Dana    talangan (Bail Out) Bank century. SKIPSI. Jurs.Ilmu Komunikasi-FISIP.UNDIP: semarang

1 komentar: